1. MENGHADAP KA’BAH

1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin
menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda
berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk
diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak
menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada
pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
- Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
- Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang
melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak
melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat
tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya
sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak
perlu diulangi.
5.
Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang
datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya
untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan (tanpa harus
membatalkan shalat-pen), dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
- - Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
- - Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
- - Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi
orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi
dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan
sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi-
apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi
(lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan
shalat lail sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur
(penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat
membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu
membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah
itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada
rakaat yang kedua.
12.
Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk
dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14.
Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal
dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang
dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan
tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka
shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal
maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu
(terpaksa).
15.
Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan
akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping
kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di
depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh
Al-Albaani berkata: disini terdapat isyarat yang halus untuk tidak
meletakkan sandal di depan. Adab inilah yang banyak disepelekan oleh
kebanyakan orang yang shalat, sehingga Anda menyaksikan sendiri
diantara mereka yang shalat menghadap ke sandal-sandal.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan
bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan
tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir,
kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga
memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi
ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP SUTRAH (PEMBATAS) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib
shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid
maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil,
berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya
: Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan
seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena
sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19.
Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa
yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran
yang diwajibkan. Syaikh Al-Albaani berkata: dari sini kita tahu bahwa
apa yang dilakukan oleh banyak orang di setiap masjid seperti yang
saya saksikan di Suriah dan negeri-negeri lain yaitu shalat di tengah
masjid jauh dari dinding atau tiang adalah kelalaian terhadap perintah
dan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas
dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya
: Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu
setinggi ekor pelana (Yaitu kayu yang dipasang di bagian belakang
pelana angkutan di punggung unta. Di dalam hadits ini terdapat isyarat
bahwa: menggaris di atas tanah tidak cukup untuk dijadikan sebagai
garis pembatas, karena hadits yang meriwayatkan tentang itu lemah.)
(sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia
pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
21.
Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang
termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke
pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri
sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal
ini tidak sah.
22.
Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang
sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang
berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan
meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh
lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas,
dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau
masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya
: Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui
akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya
dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di
antara shalat dengan tempat sujudnya. (Adapun hadits yang disebutkan
dalam kitab “Haasyiatul Mathaaf” bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat tanpa menghadap pembatas dan orang-orang lewat di
depannya, adalah hadits yang tidak shahih, lagi pula tidak ada
keterangan di hadits tersebut bahwa mereka lewat diantara beliau dengan
tempat sujudnya.)
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh
bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat
di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya
: Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang
menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di
depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu
semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan
maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh maju
selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di
depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara
fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat
menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya,
berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus
bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.
3. NIAT
28.
Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan
dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu
zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan
syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini
merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang
menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh
orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).
4. TAKBIR
29.
Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya :
Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apabila
engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu
terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah
takbiratul ihrom.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
(Muttafaqun ‘alaihi).
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31.
Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada
jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya
lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
33. Mengangkat kedua
tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh
sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah,
Tamam dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus
ke atas (tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya)
35.
Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu
mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga.
“Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya
setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk
ruku’ dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
(Muttafaqun ‘alaihi).
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya
setentang telinga setiap kali bertakbir (didalam sholat).”
(HR. Muslim).
(HR. Muslim).
Syaikh
Al-Albaani berkata : adapun menyentuh kedua anak telinga dengan ibu
jari, maka perbuatan ini tidak ada landasannya di dalam sunnah Nabi,
bahkan hal ini hanya mendatangkan was-was.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

“Kami,
para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur
serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika
melakukan sholat.” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan
Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
Dalam
sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat,
tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu
beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya
pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad
yang shahih).
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung
tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan. Berdasar hadits dari
Wail bin Hujur:
“Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan
tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri
atau lengan kirinya.” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud,
Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula
oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri
dengan tangan kanan. (Adapun yang dianggap baik oleh sebagian
orang-orang terbelakang, yaitu menggabungkan antara meletakkan dan
menggenggam dalam waktu yang bersamaan, maka amalan itu tidak ada
dasarnya.)
Berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni:
“Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.”
(sanad shahih).
(sanad shahih).
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama. Berdasarkan hadits:

Cara-cara
yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam
Mawarzi dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq
meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat
kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan melakukan qunut sebeluim
ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya.”
Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh al Maliki
dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau berkata:
“Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.”
Syaikh
Al-Albaani berkata : amalan meletakkan kedua tangan selain di dada
hanya ada dua kemungkinan; dalilnya lemah, atau tidak ada dalilnya
sama sekali.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSYU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah
berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat
melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat
saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat
menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
43.
Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang
dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba. Beliau bersabda:
“Jika
kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah
akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat
selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.”(HR. Tirmidzi dan
Hakim).
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Hendaklah
sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang
terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka
benar-benar menjaga pandangan mata mereka.”
(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
(HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian
membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur
diantaranya ialah :
اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ، كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ.
“Ya
Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku
dan kesalahan- kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari
kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju,
air dan air es”. [HR. Al-Bukhari 1/181 dan Muslim 1/419.]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ.
Maha
Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu, Maha Berkah akan nama-Mu, Maha
Tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tiada Ilah yang berhak disembah selain
Engkau. [HR. Empat penyusun kitab Sunan, dan lihat Shahih At-Tirmidzi
1/77 dan Shahih Ibnu Majah 1/135.]
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِيْ لأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِيْ لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا، لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ بِيَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
“Aku
menghadap kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi, dengan memegang
agama yang lurus dan aku tidak tergolong orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta matiku adalah untuk Allah.
Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu bagiNya, dan karena itu, aku
diperintah dan aku termasuk orang-orang muslim.
Ya
Allah, Engkau adalah Raja, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali
Engkau, engkau Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku menganiaya diriku,
aku mengakui dosaku (yang telah kulakukan). Oleh karena itu ampunilah
seluruh dosaku, sesungguhnya tidak akan ada yang mengampuni dosa-dosa,
kecuali Engkau. Tunjukkan aku pada akhlak yang terbaik, tidak akan
menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Hindarkan aku dari akhlak yang
jahat, tidak akan ada yang bisa menjauhkan aku daripadanya, kecuali
Engkau. Aku penuhi panggilanMu dengan kegembiraan, seluruh kebaikan di
kedua tanganMu, kejelekan tidak dinisbahkan kepadaMu. Aku hidup dengan
pertolongan dan rahmatMu, dan kepadaMu (aku kembali). Maha Suci
Engkau dan Maha Tinggi. Aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu”. [HR.
Muslim 1/534]
اَللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيْلَ، وَمِيْكَائِيْلَ، وَإِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ. اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ تَهْدِيْ مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.
.“Ya
Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan
bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang
menjatuhkan hukum (untuk memutuskan) apa yang mereka (orang-orang
kristen dan yahudi) pertentangkan. Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa
yang dipertentangkan dengan seizin dariMu. Sesungguhnya Engkau
menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendaki”.
[HR. Muslim 1/534.]
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً)) ثلاثا ((أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ
“Allah
Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi
Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian
yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha
Suci Allah di waktu pagi dan sore”. (Diucapkan tiga kali). “Aku
berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan dan godaan setan”. [HR.
Abu Dawud 1/203, Ibnu Majah 1/265 dan Ahmad 4/85. Muslim juga
meriwayatkan hadits senada dari Ibnu Umar, dan di dalamnya terdapat
kisah 1/420
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، [وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ][ وَلَكَ الْحَمْدُ][أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّهُ حَقُّ، وَالنَّارُ حَقُّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقُّ، وَمُحَمَّدٌ حَقُّ، وَالسَّاعَةُ حَقُّ][اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ][أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ][أَنْتَ إِلَـهِيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ].
“Apabila
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat Tahajud di waktu malam,
beliau membaca: “Ya, Allah! BagiMu segala puji, Engkau cahaya langit
dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang mengurusi
langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau Tuhan yang
menguasai langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji dan
bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. BagiMu segala puji,
Engkau benar, janjiMu benar, firmanMu benar, bertemu denganMu benar,
Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para
nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dariMu),
kejadian hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku menyerah,
kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku kembali
(bertaubat), dengan pertolonganMu aku berdebat (kepada orang-orang
kafir), kepadaMu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh
karena itu, ampunilah dosaku yang telah lewat dan yang akan datang.
Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak
disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang
hak disembah kecuali Engkau”. [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 3/3, 11/116, 13/371, 423, 465 dan Muslim meriwayatkannya dengan ringkas 1/532]
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
5. QIRAAH (BACAAN)
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari
semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari
hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).” (Hadits diriwayatkan
oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan
olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
dari setan yang terkutuk…” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud
dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50.
Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini
adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca
Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk
menghafalnya. Berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(yang artinya):
“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa
yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung,
sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits Shahih
dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya
: Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang
haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena
Allah”.
52. Didalam
membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan
cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian
membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian
membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya.
Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak
menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi
ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak
terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar
bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam
berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya.
Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak
tsabit dari sunnah.
Dari
Abu Hurairah, ia berkata: Telah berkata Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam :”Dijadikan imam itu hanya untuk diikuti. Oleh karena
itu apabila imam takbir, maka bertakbirlah kalian, dan apabila imam
membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam
itu)…” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603
& 604. Ibnu Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits
ini menurut pandanganku Shahih).
“Barangsiapa
sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi
bacaannya juga.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah,
Ad-Daraquthni, Ibnu Majah, Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul
Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari
Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam sholat
itu, beliau bertanya: “Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca
bersamaku tadi?” Maka seorang laki-laki menjawab, “Ya ada, wahai
Rasulullah.” Kemudian beliau berkata, “Sungguh aku katakan: Mengapakah
(bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga).” Berkata Abu Hurairah,
kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah
keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang
demikian itu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu
Hatim Ar Razi menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini
hasan).
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan
sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat
pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat
jenazah.
Dari Abu
hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan
suaranya dan membaca amin.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban,
Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani
dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang
berkualitas shahih)
“Bila
Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan
amiin dengan suara keras dan panjang.” (Hadits shahih dikeluarkan oleh
Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Jika
kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika
tidak maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil.” (Hadits dikeluarkan oleh
Abu Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi
sanadnya shahih, baca Shahih Abi Dawud hadits no. 807).
56.
Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula
diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian),
batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57.
Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang
dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan
shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada
shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada
shalat maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama. 7)
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63.
Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang
disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan
ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang
mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
Rasulullah
berkata:”Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya
akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku
memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena
tangis bayi itu.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
Muslim)
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan
dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa,
khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan
dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga
dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca
Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu
dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas
huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta
melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak
boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak
boleh pula seperti nada-nada musik.
Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
“Bacalah,
telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia,
karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh
At-Tirmidzi)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara
yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian
itu:”Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara
yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an].”(Hadits dikeluarkan oleh
Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
“Bukanlah
dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an.” (Hadits
dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan
disetujui oleh Adz-Dzahabi)
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika
bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari
ruku’ ….” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan
Malik)
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’

“Bahwasanya
shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan kedua
tangannya pada kedua lututnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Bukhari dan Abu Dawud)
“Beliau
merenggangkan jari-jarinya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi
menyetujuinya)
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
“Jika
kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan
bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku’.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)

(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
“Sholat
seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud dengan
meluruskan punggungnya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah,
Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
“Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
BACAAN KETIKA RUKU
1.
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang artinya: “Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung.”
2.
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIMI WA BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ad-Daroquthni dan
Al-Baihaqi). Yang artinya: “Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan
segenap pujian bagi-Nya.”
3.
SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah). Yang artinya: “Maha
Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh.”
4.
SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII Yang artinya: “Maha
Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku.”
Berdasarkan hadits dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata:
“Adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca
Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku’nya dan
sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk
sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’
berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’
dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau
pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud
seperti burung mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini mati dalam
keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti
gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan
sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma
yang tidak mengenyangkan.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la,
Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih,
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.Berdasarkan hadits:
“Bahwasanya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam
ruku’ dan sujud.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu
‘Awwanah)
“Ketahuilah
bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika
bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari
ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…” (Hadits
dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
81. Dan saat i’tidal mengucapkan “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH”
[Allah Maha mendengar terhadap orang yang memujinya] (HR. Muslim). Adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84.
Mengucapkan saat berdiri “RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji
kepada-Mu) atau RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji
kepada-Mu) atau ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku,
segala puji kepada-Mu) atau ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya,
Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu). Dalilnya adalah hadits dari
Abu Hurairah:
“Apabila
imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh
kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi
bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang
telah lewat.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:
MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D
(Mencakup
seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki
selain dari itu) berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Hukumnya
adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam,
karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu
liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai
tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
“Kemudian
angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga
tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya].” (dalam
riwayat lain disebutkan: “Jika kamu berdiri i’tidal, luruskanlah
punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan
ke tempatnya).” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
Muslim, dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi’i dan
Ahmad)
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
“Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN
88. Lalu turun
untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum
kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua
lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
Dari
Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka
merapatkan jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
“Terkadang
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan
membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke
arah kiblat.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim,
Al-Baihaqi)
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
“Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)

Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:
“Luruskanlah
kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya
seperti anjing menghamparkan kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah
kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
Dari
Abu Humaid As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bila
sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan
kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua
bahu beliau.” (Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian
depan telapak kaki ke tanah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Baihaqi)
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.

BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu
tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari :
Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung
jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’
dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
BACAAN WAKTU SUJUD
103. Mengucapkan ketika sujud: SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam
Ahmad dll) atau kadang-kadang membaca SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WA
BIHAMDIH, 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu
Dawud dll) atau SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA
ALLAAHUMMAGHFIRLII (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Bukhari dan Muslim)
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
“Ketahuilah
bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
Dari
‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan,
baliau melarang dari duduknya syaithan.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat. Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’a, yakni [duduk
dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan
oleh Muslim)
BACAAN DUDUK ANTARA DUA SUJUD
115. Mengucapkan pada waktu duduk:
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII (Ya Allah Ampunilah Aku,
kasihanilah aku, selamatkanlah aku dan berilah aku rizki) (Abu Dawud)
atau
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki) (Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki) (Ibnu Majah)
atau
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki) (At-Tirmidzi)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki) (At-Tirmidzi)
116. Dapat pula mengucapkan. “Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
Dari
Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan
dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii [Ya Allah
Ampunilah Aku 2x). (Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
dengan lafadhz Ibnu Majah)
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124.
Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum
bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.
Dari
Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam sholat, maka bila pada roka'at yang ganjil tidaklah beliau
bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan
oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian
bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai
dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua
tangannya.
Kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika
bangkit ke roka'at kedua. (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya
mengucapkan takbir, kemudian berdiri (Hadits dikeluarkan oleh Abu
Ya'la).
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
Dari
Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, dia berkat, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam duduk dalam dua roka'at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas
kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (-tasyahhud
akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya
(lantai dll)."(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
Dari
Ibnu 'Umar berkata Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam bila
duduk didalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan
mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya
yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA

137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.

140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sirr (tidak dikeraskan).
144.
Dan lafadznya : “AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT,
AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU,
AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA
ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”
artinya:
segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga
keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan
barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan
sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi-
Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan
aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya. (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
atau yang rada pendeknya :
ATTAHIYYATU AL-MUBARAKATU AL- SHALAWATU
AL-THAYYIBATU LILLAHI, A5SALAMU ‘ALAYKA AYYUHA AL-NABIYYU WA RAHMATU
ALLAH I WA BARAKATUHU. ASSALAMU ‘ALAYNA WA ‘ALA ‘IBADILLAHI
Segala kehormatan, keberkahan, rahmat dan kebaikan adalah bagi Allah. Keselamatan bagiMu wahai Nabi juga rahmat Allah dan keberkahannya. Keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa sebenarnya tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah. (HR. Muslim)
145.
Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan mengucapkan : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa
ali muhammad, kamaa shallaiyta ‘alaa ibrahiima wa ‘alaa ali ibrahiima,
innaka hamiidum majiid”.
“Allahumma
baarik ‘alaa muhammaddiw wa’alaa ali muhammadin kamaa baarikta ‘alaa
ibraahiima wa ‘alaa ali ibraahiima, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya
: Ya Allah berilah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia.Ya Allah berkahilah
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim
dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia”.
146.
Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa
muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali
muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali
ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya
: Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad
sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga
Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147.
Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan
sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152.
Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang
kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan : “Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165.
Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa
‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii
fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa
yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man
‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa
ilayika”.
“Artinya :
Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah
aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada
orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau
berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan,
karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan
sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak
akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb
kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung
kecuali kepada-Mu”.
166.
Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat
radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.

171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174.
Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada
tasyahud awal.
175.
Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan :
“Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil
qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil
masyihid dajjal”.
“Artinya
: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari
siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati
serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”. (Hadits dikeluarkan oleh
Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
BERDO’A SEBELUM SALAM
176.
Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari
do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan
baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut
maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan
bermanfaat bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
Dari
‘Amir bin Sa’ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya
hingga terlihat putih pipinya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad,
Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
*
Pertama mengucapkan “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke
arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah
kiri. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh). (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
*
Ketiga mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan
“Assalamu’alaikum” ke arah kiri. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Ahmad dan An-Nasa-i)
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
=======================================
NOTE:
Untuk lebih lengkapnya bisa merujuk ke kitab Ashlu Shifat Shalat Nabi
oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani, lengkap dengan dalil2 atau
takhrij haditsnya.
Sumber : http://abangdani.wordpress.com/2010/07/22/ringkasan-sifat-sholat-nabi-disertai-gambar/
Sumber : http://abangdani.wordpress.com/2010/07/22/ringkasan-sifat-sholat-nabi-disertai-gambar/
No comments:
Post a Comment